Kumpulan Ikhtisar

Selasa, 05 Februari 2013

AKAD Sesi I


Akad, sesuatu yang sangat sering kita dengar. 

Paling tidak dalam pernikahanlah (swit.swiit). 

Laki-laki meminang calon mempelai perempuan. Selepas ijab, langsung disambut dengan qabul. “Saya terima terima nikahnya! Blablabla”, dan semua orangpun lega. Indahnya bahtera rumah tangga. Sakinah Mawaddah wa Rahmah. InsyaAllah~

Akad (Nikah)

Haha. Meleeset (ala manado). Jauh kiranya pembahasan kita yah ke akad nikah? Pertanda apa ini? Oke, fokus yah? FOKUS! (swit.swiiit)

Akad dalam muamalah sangat berkaitan erat dengan syarat-syarat sahnya muamalah. Dalil atau kisah atau landasan fiqh atau ushul fiqh akad dalam muamalah menjadi titik perhatian yang menarik bagi penggiat Ekonomi Islam. Bahkan, banyak opini yang menekankan bahwa akadlah yang membedakan Ekonomi Islam dan Ekonomi Modern.

Paling tidak, itulah yang menjadi bahasan krusial untuk mempelajari Akad. Masa ekonom tidak tahu menahu mengenai akad? Sambil melihat kondisi-kondisi krusialku dulu sewaktu masih galau-galau mempelajari ilmu Allah ini.

Banyak bahasan yang perlu kita tuntaskan mengenai akad. So don’t be worry, ok!

AKAD

Secara harfiah, akad, berarti ikatan, mengencangkan, menjamin, atau perjanjian. Oleh karenanya, ma’qud berarti sesuatu yang terikat.

Secara istilah, pengertian akad ada dua:

Pertama, secara umum = sesuatu yang menjadi komitmen seseorang untuk dilakukan atau komitmen seseorang agar orang lain melalukan suatu perbuatan tertentu yang dia inginkan. Inilah yang menjadi landasan jual-beli, nikah, dang anti rugi. Sumpah untuk melakukan sesuatu di masa akan datang juga termasuk dalam akad dalam artian ini.

Kedua, secara khusus = ikatan beberapa pihak memalui transaksi ijab dan qabul. Oleh karenanya, sumpah pada diri sendiri tidak termasuk akad.
Mafhum? Semoga Allah memberi kemudahan dalam berilmu, amin.


RUKUN JUAL BELI

  • 'Aqid (orang yang bertransaksi, ex. pihak penjual dan pembeli)

Jelas? ‘Aqid harus seseorang yang merdeka, berakal, dan baligh/mumayyiz (dapat membedakan baik-buruk, mengerti hitungan harga).

Pihak ‘Aqid harus saling ridha, tidak ada unsur ketifakpaksaan, meski tidak diungkapkan.


  • 'Aqd (transaksi)

Ijab (penawaran) yaitu penjual mengatakan “saya jual barang ini dengan harga sekian”. Dan qabul (penerimaan) yaitu pembeli mengatakan “saya terima” atau “saya beli”. Ini adalah contoh transaksi yang dilafazhkan. Dan ijab-qabul merupakan satu syarat dalam transaksi menurut mayoritas ulama mazhab Syafi’i.

Tapi, untuk menambah hazanah ilmu kita, Imam Nawawi (pemuka ulama dalam mazhab Syafi’i) melemahkan pendapat yang melafazhkan dan memilih tidak menyaratkan ijab-qabul dalam proses transaksi. Dan mazhab Maliki dan Hanbali juga tidak menyaratkan ijab-qabul.

Imam Baijuri –seorang ulama dalam mazhab Syafi’i- berkata, “mengikuti pendapat yang mengatakan lafaz ijab-qabul tidak wajib sangat baik, agar tidak berdosa orang yang tidak mengucapkannya… malah orang yang mengucapkan lafaz ijab-qabul saat berjual beli akan ditertawakan…” (lihat. Hasyiyah Ibnu Qasim 1/507).

Intinya, boleh dilafazhkan, boleh tidak. Wallahua’lam.


  • Ma’qud ‘Alaihi (obyek transaksi, ex. Barang dan uang)

Dalam berjualbeli, seseorang harus memastikan terpenuhinya syarat Ma’qud ‘Alaih:
  1. Barang yang diperjualbelikan bukan najis dan bukan benda yang diharamkan Allah dan RasulNya. Nanti kita bahas lengkap. Yang jelas, tidak boleh berjual beli dengan benda haram dari sisi dzatnya (fidzatihi).
  2. Barang yang dijual harus barang yang telah dimiliki sang penjual.
  3. Barang yang dijual bisa diserahkan kepada pembeli. Tidak boleh menjual ikan dalam kolam yang belum ditangkap, burung yang mengudara, atau hamba sahaya yang kabur.
  4. Barang dan harga yang menjadi objek jual beli harus diketahui oleh pembeli dan penjual. Barang bisa saja diketahui fisiknya indera penglihatan. Tapi, hal ini tidak berlaku pada sesuatu yang bila dilihat akan merusak barang dagangan contoh: telur, kelapa, durian, snack-snack, atau barang yang dibuka akan merusak bungkusan sekaligus isinya, dll. Tapi, ini tidak menjadikan praktek jualan semangka rusak dengan dalih membuka semangka yang bagus kualitasnya di depan pembeli. Hukumnya Gharar!

0 komentar:

Posting Komentar