Kumpulan Ikhtisar

Sabtu, 17 November 2012

Prinsip-prinsip Ekonomi Islam

Pada dasarnya bangunan ekonomi islam dapat tergambarkan secara jelas dengan gambar di bawah ini:




Bangunan ekonomi islam didasarkan atas lima nilai universal yaitu: tauhid, ‘adl, nubuwwah, khilafah, dan ma’ad. Kelima nilai inilah yang menjadi rancang bangun system ekonomi islam. Dengan nilai-nilai ini diharapkan untuk pejuang ekonomi islam menerapkannya menjadi system-sistem kongkrit agar tidak menjadi hegemoni akademik belaka.

Cikal bakal system yang tumbuh dari kelima nilai universal itu adalah multiple ownership, freedom of act, dan social justice. Di atas semua nilai dan prinsip adalah akhlak. Akhlak menempati posisi puncak agar manusia senantiasa menjadikannya sebagai tujuan islam di muka bumi dan sebagai bentuk dakwah itu sendiri. Akhlak inilah yang kemudian mendorong terciptanya praktek ekonomi yang sesuai dengan syariat islam.

Nilai Universal

  • Tauhid
Fondasi ajaran islam adalah tauhid.  Isi tauhid itu sendiri jelas terpampang pada dua kalimat syahadat yang menyatakan bahwa: “tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”. Dengan tauhid yang benar, pelaku ekonomi menjadikan landasan ketauhidan dalam setiap aktivitasnya. Dengan tauhid yang benar pula, pelaku ekonomi melakukan aktivitas ekonomi dengan senantiasa mengingat bahwa pertanggungjawaban yang hakiki adalah pertanggungjawaban akhirat. Dengan pondasi yang kokoh ini, diharapkan agar setiap pelaku ekonomi dapat memahami dan melaksanakan islam secara benar, lalu meyakini bahwa ekonomi islam tidak terlepas dari islam itu sendiri.

  • ‘Adl
Allah SWT memerintahkan seluruh manusia untuk berbuat adil, tidak menzhalimi dan tidak dizhalimi. Implikasi dari hal ini adalah sebagai berikut:
    • Riil-moneter;
    • Risk-return;
    • Bisnis-sosial;
    • Material-spiritual;
    • Manfaat-lestari; dll

Dan oleh karenanya muncul istilah: jangan berlebih-lebihan dalam satu aspek. Hal ini berlandaskan bahwa Allah SWT dan Rasul-Nya memerintahkan kita untuk senantiasa moderat dan berada di garis tengah.

  • Nubuwwah
Telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik. Model percontohan ideal bagi umat manusia. Maha Suci Allah yang telah menciptakan para Nabi agar senantiasa memberi kita pedoman dan bimbingan untuk senantiasa selamat menjalani bahtera dunia menuju kampung akhirat. Sifat yang harus diteladani dari Rasulullah Saw adalah:
    • Siddiq (jujur) ;
    • Fathanah (kredibilitas) ;
    • Amanah (tanggung jawab) ; dan
    • Tabligh (komunikasi dan terbuka).
Sifat nabi di atas menjadi acuan bagi aktivitas ekonomi. Sifat di atas juga sangat manusiawi sehingga dalam ejawantahannya sangat nyata untuk dilakukan. Juga sifat di atas adalah lambang profesionalitas, prestatif, dan kontributif dalam pelaksanaan aktivitas ekonomi.

  • Khilafah
Dalam islam, institusi bernama pemerintah sangat berperan sentris dalam perekonomian. Peran utama dari pemerintah adalah menjamin perekonomian agar berjalan sesuai syariah dan menjamin tidak terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak manusia. Pemerintah juga sangat berperan terhadap pencapaian maqashid syariah yaitu pencapaian dan penjagaan din, nafs, ‘akl, nasb, dan maal.

  • Ma’ad (imbalan)
Manusia diciptakan ke dunia untuk berjuang dan menjadi pejuang. Islam mengajarkan bahwa setiap kebaikan akan dibalas dengan kebaikan berlipat dan kejahatan juga dibalas dengan kejahatan yang setimpal. Imam Al-Ghozali r.a. menyatakan bahwa motivasi bisnis adalah pencapaian laba di dunia maupun di akhirat. Oleh karenanya, pencapaian adalah hal mutlak.

Prinsip-prinsip Ekonomi Islam

Prinsip ekonomi islam merupakan kaidah pokok yang membangun struktur ekonomi islam yang digali dari Al-Qur’an dan Sunnah. Implementasi nilai tanpa prinsip atau sebaliknya tidak mengefektifkan tujuan ekonomi islam itu sendiri yaitu falah. Berikut adalah prinsip dasar dari ekonomi islam:


No
Prinsip-prinsip
Penjelasan
Keterangan
1
Kerja;
pemberdayaan sumber daya. Memperoleh penghidupan melalui kerja-kerja nyata.
Jelas
2
Kompensasi;
konsekuensi dari kerja untuk penghidupanyang layak.
Jelas
3
Efisiensi;
alokasi terbaik minimalisasi input-output tertentu atau maksimalisasi output-input tertentu.
Allocation Efficiency and X-Efficiency
4
Professional;
menyerahkan suatu urusan pada ahlinya, sebuah konsekuensi efisiensi yang melahirkan spesialisasi.
Ekonom, Teknisi, Politikus, Penambak, Sopir, dll
5
Kecukupan;
menjamin kebutuhan hidup bagi pelaku ekonomi, baik muslim maupun non-muslim.
Sandang, Pangan, Pangan, Papan, Pendidikan, Akses Sumber Daya, Kerja, Menikah, dan Kaya
6
Pemerataan kesempatan;
kesamaan dalam memperoleh kecukupan tanpa memerhatikan gender, ras, atau golongan tertentu.
Jelas
7
Kebebasan;
manusia bebas dalam memperoleh kemashlahatan hidupnya dalam konteks kebebasan sesuai dengan syariat islam.
Bebas dengan artian tidak melenggar syariat islam
8
Kerja sama;
manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa tanpa bantuan orang lain. Islam mengajarkan kita untuk bekerja sama dalam berusaha dan dalam pencapaian kesejahteraan.
Kerja sama antarsesama manusia, antarumat muslim, antarnegara, dll
9
Persaingan;
bersainglah dalam konteks persaingan sesuai dengan syariat islam yaitu dalam hal takwa dan kebaikan dan tidak saling merugikan. Bersainglah secara sehat dan jauhi monopoli atau monopolistik.
Price, Quality, Marketing, etc. Dengan tidak melanggar syariat islam
10
Keseimbangan;
ejawantah nilai ‘adl adalah keseimbangan dalam prinsip ekonomi islam. Keseimbangan pasar adalah bentuk kongkrit dari prinsip keseimbangan yang tidak saling merugikan satu sama lain dan didasari atas saling ridha satu sama lain.
Jelas
11
Solidaritas;
bermakna ganda yaitu tolong-menolong dan toleransi. Menafikkan sikap eksklusif dan mengedepankan kemashlahatan bersama. Melonggarkan dalam hal pemenuhan janji atau menuntut hak.
Menjauhkan perilaku tidak adil dengan sesama manusia, dengan umat berbeda agama, ras, keyakinan, dll
12
Informasi simetri;
transparansi adalah prinsip yang sangat diagungkan dalam islam. Gap antara informasi dan kenyataan menjadikan suatu transaksi menjadi transaksi yang haram (gharar, tadlis, bahkan maysir).
There is no information gap in islamic economic. In Islamic economic, Information and reality is equal.

Prinsip Sistem Ekonomi Islam

Dengan prinsip-prinsip utama di atas maka sistem ekonomi islam dapat dibangun dengan sangat kokoh. Ada tiga prinsip sistem pokok dalam ekonomi islam:

  • Multiple Ownership
Prinsip ini mempertegas bahwa konsep kepemilikan di dalam islam sangat beragam. Berbeda dengan konsep liberal dengan kepemilikan swasta dan konsep sosialis dengan kepemilikan Negara. Islam mengajarkan kita bahwa kepemilikan yang hakiki adalah kepemilikan Allah SWT, adapun kepemilikan di dunia adalah kepemilikan yang sifatnya sementara dan titipan. Dan manusia akan dimintai pertanggungjawabannya kelak akan alokasi dan penggunaan kepemilikannya di dunia.

Konsep kepemilikan dalam islam sangat beragam. Islam mengakui kepemilikan swasta. Namun untuk menjamin nihilnya perilaku zhalim, maka pemerintah melalui institusinya harus menguasai produksi komoditas tertentu dan komoditas-komoditas yang menjadi kebutuhan hajat hidup seluruh manusia. Kepemilikan ganda juga diakui seperti swasta-Negara, Negara-asing, domestik-asing, dll.

  • Freedom of Act
Dalam Islam, manusia sebagai entitas mandiri bebas melakukan sesuatu dengan syarat tidak mengganggu kebebasan orang lain dan kebebasannya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Inilah yang melandasi prinsip Freedom of Act. Dengan prinsip ini, pemerintah yang ideal harus senantiasa menjaga mekanisme perekonomian dengan sangat ketat. Hal ini disebabkan Freedom of Act akan membentuk mekanisme pasar dalam desain perekonomian.

  • Social Justice
Keadilan sosial berarti suka sama suka dan tidak menzhalimi pihak lain. Peran pemerintah dalam hal ini sekali lagi sangat sentris. Dalam beberapa kasus, pemerintah harus intervensi harga maupun pasar. Hal ini untuk menjamin keadlian sosial dengan landasan suka sama suka dan tidak menzhalimi pihak lain.

Akhlak: Perilaku Islami dalam Perekonomian

Bahasan akhlak sudah sangat jelas. Manusia harus berperilaku tekun dan professional dalam bidang ekonomi (itqan dan ihsan). Baik dia sebagai produsen, distributor, konsumen, pemerintah, karyawan, dll. Hal ini dikarenakan akhlak (perilaku) menjadi indicator baik-buruknya manusia.

Akhlak juga merupakan senjata utama da’wah. Senjata utama inilah yang menyebabkan akhlak menjadi ukuran terpenting dan menjadi kulit dan jubbah dari sistem ekonomi islam. Dengan kembalinya kejayaan ekonomi islam, maka dengan ini pulalah diharapkan mampu menjadi tonggak peradaban islam di hari selanjutnya. Dan dengan akhlak, mari, para ekonom rabbani untuk terus menyi’arkan islam dalam bidang ekonomi.

Kamis, 08 November 2012

Rasionalitas Ekonomi Islam Part I

Bismillah
Assalatu Assalamu ‘ala Rasulillah

Teman-teman sekalian. Islam sebagai way of life sangat komprehensif, terbukti dengan kesempurnaan Islam di segala lini kehidupan. Sempurna dari sisi waktu (Syummuliatuz Zaman), sempurna dari sisi tempat (Syummuliatul Makaan), juga sempurna dari sisi life style (Syummuliatul Minhaj). Dan beruntunglah seluruh umat Manusia atas Muslim sejati yang senantiasa berperan sebagai Rahmatan lil ‘Alamin.


Dalam dunia Ekonomi, rasionalitas sering dianggap sebagai tingkatan pengambilan keputusan yang rational (masuk akal). Ukuran rasionalitas dalam dunia konvensional selalu diukur dengan alat materi. Kenapa? Wajar saja, hal ini dikarenakan tumbuhnya mindset dalam masyarakat kita bahwa materi adalah segalanya. Materialistis telah merasuk dalam jiwa-jiwa masyarakat sekarang ini. Mungkin gambar ini dapat mewakili analogi singkat sifat materialistis (mungkin saja) kita miliki:



Jika teman mendapat kesempatan mendapatkan hadiah dari dua opsi di atas, manakah yang teman-teman pilih? Kalau teman betul memiliki tingkat rasionalitas tinggi, maka teman secara otomatis memilih yang 27 juta. Dan itu wajar.

Kenapa iya? Kenapa wajar? Tanpa pengorbanan apapun kita mendapat “materi” secara Cuma-cuma, why not? Free of charge! Sikat cepat! Atau ekspresi lain yang mewakili perasaan teman. Haha~

Tapi, apakah teman sadar? Ternyata, ukuran rasionalitas ini bermula dari konsep materialisme yang berakar dan akut. Ibarat penyakit yang komplikasi. Dokterpun kalangkabut mencarikan obat. Alat ukur kita yang materialis membuat kita fana. Dan terus fana. Perbandingan pengambilan keputusan adalah yang terus kita pakai adalah:


Pengorbanan > Balas Budi → Libass

Dan ini berlaku umum. Jika syarat di atas terpenuhi, maka haqqul yakin teman akan menerima tawarantersebut. Dan mungkin saja penulis juga berlaku seperti itu, yakan? Kalau kamu?

Akan tetapi, coba kita angkat dari peristiwa di bawah ini:


See? Don’t you get it?
Tapi, terkadang kita tidak rasional. Hal ini terbukti dari ketidakadilan kita dalam bertindak dan mengambil keputusan. Sudah barang tentu mhy, shalat berjama’ah lebih besar imbalan pahala dari Allah SWT, tapi masih sering kita lalai akan hal yang satu ini. Jika saja kita lebih konsisten dalam pengambilan keputusan, seperti rumus yang tertera di atas. Maka pantaskah kita disebut berakal?

Dalam rasionalitas, kita juga sering mengambil dua terminologi yaitu metode dan hasil. Dalam hal metode, rasional berarti tindakan yang diambil berdasarkan alasan yang tepat, bukan berdasarkan pada kebiasaan, prasangka, dan emosi. Kalau dalam hal hasil, rasional berarti tindakan yang diambil adalah benar-benar dapat mencapai tujuan.

Pusing yah? Kalau begitu, langsung saja kita belajar teori rasionalitas~

Asumsi Rasionalitas
Jenis Rasionalitas


  • Rasionalitas Kepentingan Pribadi
Jangan salah persepsi yah teman. Kepentingan pribadi dalam hal ini tidak hanya mencakup kepentingan akan satuan moneter. Tentu saja, tujuan kepentingan pribadi jua mencakup prestise, persahabatan, cinta, kekuasaan, menolong sesama, dll. Kita juga berasumsi bahwa pencapaian kepentingan pribadi juga mencapai kepentingan sekelilingnya. Dengan kalimat lain, jika kita membuat diri kita lebih baik, maka kita membuat lingkungan kita lebih baik pula.


  • Present-aim Rasionality
Jenis rasional ini berasumsi bahwa manusia harus menyesuaikan preferensinya dengan aksioma dan juga harus konsisten. InsyaAllah dijelaskan di bawah.

Aksioma (Sifat Dasar) Pilihan Rasional

  • Kelengkapan (completeness)
Jika diperhadapkan dua pilihan antara A dan B, maka alternatif yang teman hadapai pasti seperti ini:


A lebih disukai dari B (A>B)
B lebih disukai dari A (B>A)
A dan B sama-sama disukai

  • Transitivitas (Transitivity)
Asumsi ini menyatakan kekonsistensian kita (secara nominal). Jika diperhadapkan antara pilihan A, B, dan C:

Jika A>B
Dan Jika B>C
Maka harus A>C

  • Kontinuitas (Continuity)
Jika diperhadapkan antara A dan B:


Jika A>B
dan jika C adalah hampir mirip A
Maka harus C>B


Adapula Preferensi Lain yang Dipakai


  • Strong Monotonicity
Bahwa lebih banyak berarti lebih baik.


  • Local Nonsatiation
Membantah Strong Monotonicity bahwa tidak selamanya lebih banyak lebih baik. Seseorang dapat berbuat lebih baik sekecil apapun dalam “keranjang konsumsinya”

  • Strict Convexity
Bahwa lebih suka yang rata-rata dari pada yang ekstrim. Sedang-sedang toh?

Setelah mempelajari Aksioma dan preferensi di atas, mari kita kaji Rasionalitas menurut Islam.

RASIONALITAS DALAM ISLAM

Perluasan Konsep Transitivitas

Konsep transitivitas yang dibahas di atas telah menunjukkan kita sifat konsistensi dalam pengambilan keputusan. Mungkin hal ini didasari oleh dasar nominal yang bersifat exact, teman. Mari kita tengok:

Jika pendapatan Rp5.000.000 lebih disukai dari pada pendapatan Rp1.000.000 dan jika pendapatan Rp1.000.000 lebih disukai dari pendapatan Rp500.000, maka sangat impossible pendapatan Rp500.000 lebih disukai daripada pendapatan Rp5.000.000.

Dalam aksioma completeness, juga dibahas mengenai konsep alternatif pilihan. Akan tetapi, tidak perlu diperhatikan lebih jauh. Hal ini dikarenakan aksioma completeness tidak menunjukkan bentuk kekonsistensian. Oleh karenanya, fokus rasionalisasi Rasionalitas akan tertuju pada aksioma transitivity.
  • Syarat Transitivity
Mari mengambil contoh kongkrit yang dapat mendeskripsikan konsep intransitivity yang sekaligus menunjukkan bentuk konsisten. Mau tau? Mau tau? Haha~

Baco ingin membeli Laptop di Pasar. Berikut adalah preferensi yang Baco miliki:
-          Jika perbedaan kualitas signifikan (>5), maka kualitas tinggi adalah faktor penentu.
-          Jika perbedaan kualitas insignifikan (≤5), maka harga murah adalah faktor penentu.

Berikut adalah katalog Laptop yang dipegang Baco di Pasar:

Laptop
Kualitas
Harga
Aher
10
Rp          7.000.000
Tochiba
7
6.000.000
Accioo
4
5.000.000

Dan berikut adalah tabel alternatif pengambilan keputusan Baco:

Alternatif
Perbedaan Kualitas
Penentu
Pilihan Jatuh pada
Preferensi
Aher – Tochiba
3
Harga
Tochiba
Tochiba>Aher
Tochiba – Accioo
3
Harga
Accioo
Accioo>Tochiba
Accioo – Aher
6
Kualitas
Aher
Aher>Accioo


Hal ini menunjukkan bahwa meski Baco lebih memilih Aher daripada Accioo, Baco tetap pada posisi konsisten, walau sekiranya hal ini mencerminkan instransitivity secara sekilas.

  • Utilitas dan Infaq (Sedekah)
Ini yang krusial. InsyaAllah setelah membaca ini, semoga hati kita terguncah melihat kecemerlangan sistem Ekonomi Islam (mikro). Mari kita bahas dengan contoh kongkrit.

Bacce adalah seorang muslimah yang meyakini bahwa Bacce akan merasa lebih baik jika menyedekahkan sebahagian pendapatannya pada Bicee. Bicce kebetulan adalah kaum dhuafa yang sudah lama meninggal orang tuanya. Fungsi Utilitas Bacce adalah sebagai berikut:

Uf= U (MBa,Bi)


Sejumlah pendapatan Bacce dialihkan ke Bicce. Hal ini rasional dan tidak terkandung unsur inkonsistensi. Preferensi Bacce jelas bahwa menyedekahkan pendapatannya di jalan Allah adalah hal yang syar’i yang dianjurakan sebagai bentuk rahmatan lil ‘alamin yang juga merupakan bentuk distribusi pendapatan yang real untuk menumbuhkan kesejahteraan sosial.